GERAKAN PEDULI LINGKUNGAN

ADIWIYATA SMKN 10 MALANG SARANA BINA PEDULI LINGKUNGAN

Thursday, March 6, 2014

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN PENCEMARAN LINGKUNGAN

Dinamika perkembangan kehidupan manusia menunjukkan bahwa semakin modern tingkat kehidupan manusia semakin besar kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup yang ditimbulkannya. Di samping itu perkembangan kehidupan tersebut juga menyebabkan makin menipisnya sumberdaya alam yang ada di bumi ini. Jika kegiatan kelompok masyarakat jaman dahulu hanya menimbulkan kerusakan dan pen­cemaran lingkungan hidup serta penurunan persediaan sumberdaya dalam jumlah minimal, maka kegiatan kelompok masyarakat pada masa sekarang ternyata menimbulkan akibat yang berlipat ganda dan tidak terpulihkan.
Lingkungan hidup didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya. Benda dan daya biasanya dikelompokkan ke dalam komponen fisik dari lingkungan hidup atau biasa juga disebut sebagai komponen abiotik; makhluk hidup yang terdiri dari satwa dan tumbuh-tumbuhan termasuk dalam komponen biotis, sedang makhluk hidup yang berupa manusia termasuk dalam komponen sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat atau biasa juga disebut sebagi komponen kultur. Untuk singkatnya lingkungan hidup terdiri dari tiga komponen utama yaitu komponen fisik (abiotik); komponen biotis dan komponen kultur.

Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah suatu pro-ses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam sumber daya manusia, dengan menyerasikan sumber alam dengan manusia dalam pem-bangunan (Emil Salim). Menurut Sofyan Effendi, pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses pembangunan yang pengembangan teknologinya dan perubahan kelembagaannya dilakukan secara harmonis dan dengan amat memperhatikan potensi pada saat ini dan masa depan dalam pemenuhan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Pembangunan berkelanjutan dapat diartikan pula perubahan positif sosial ekonomi yang tidak mengabaikan sistem ekologi dan sosial di mana masyarakat bergantung kepadanya. Keberhasilan penerapannya memer­lukan kebijakan, perencanaan dan proses pembelajaran sosial yang terpadu, viabilitas politiknya bergantung pada dukungan penuh masyarakat melalui pemerintah, kelembagaan sosial dan kegiatan dunia usaha (Sumarwoto, 2006).
Pembangunan berkelanjutan sesungguhnya merupakan wacana moral dan kultural. Hal ini disebabkan karena yang menjadi persoalan utama adalah pada bentuk dan arah peradaban seperti apa yang akan dikembangkan manusia di Bumi ini. Kearifan lingkungan lokal, sekaligus plural perlu terus dikembangkan. Tetapi tidak hanya diposisikan sebagai upaya untuk ”melawan” kecenderungan globalisasi dan westernisasi, melainkan satu ”pilihan”. Dengan kata lain, pengem-bangkan kearifan lingkungan tidak selalu harus ”dibenturkan” globalisasi/westernisasi, karena dia adalah ”keyakinan” sekaligus ”pilihan-pilihan” sadar tiap kelom-pok manusia di Bumi untuk mengembangkan peradaban yang plural, sekaligus identitas yang beragam.
Dalam proses pelaksanaan pembangunan atau kegiatan ekonomi, komponen-komponen lingkungan tersebut kemungkinan akan mengalami perubahan atau lebih dikenal terkena dampak dari suatu kegiatan pembangunan. Perubahan lingkungan tersebut dapat bersifat global, nasional maupun lokal. Ketiganya harus dilihat secara menyeluruh dan terpadu oleh karena memang ketiganya tidaklah dapat dipisahkan dan saling terkait. Lebih lanjut, perlu dipahami bahwa keterkaitan antara permasalahan lingkungan global dan lokal sangatlah erat. Sebagai contoh, membicarakan Agenda 21 Indonesia tidak dapat dilepaskan dari Agenda 21 Rio karena yang terakhir inilah yang mendasari terciptanya Agenda 21 Indonesia. Demikian juga, dalam membicarakan isu lingkungan global perlu juga diimbangi dengan pembicaraan tentang isu lingkungan nasional (Indonesia) untuk melihat keterkaitan permasalahan lingkungan Indonesia dengan permasalahan global.
Konsep pembangunan berkelanjutan memberikan himbauan bahwa pemba-ngunan akan memungkinkan generasi sekarang meningkatkan kesejahteraan, tanpa mengurangi hak generasi masa depan juga me­ningkat kesejahteraannya. Terdapat tiga pilar pembangunan berkelan­jutan yang ditekankan perlunya koordinasi dan integrasi yakni aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan memerlukan keterpaduaan koordinasi yang mantap antara pemanfaatan sumber daya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan dalam suatu kurun waktu, dimensi ruang agar tepat guna, berhasil guna dan berdaya guna.
A.         Pencemaran Lingkungan
Kegiatan yang menimbulkan penurunan kualitas dan kuantitas lingkungan hidup tersebut ironisnya disebabkan terutama oleh kegiatan pembangunan ekonomi yang diharapkan dapat mensejahterakan manusia. Oleh karenanya dibutuh-kan adanya paradigma pembangunan baru yang dapat mencegah kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup menjadi lebih parah lagi. Paradigma tersebut diharapkan dapat mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dalam setiap kegiatan pembangunan. Pembangunan semacam inilah yang disebut sebagai pembangunan yang berwawasan lingkungan atau pembangunan yang berkelanjutan. Disebut berkelanjutan karena pembangunan tersebut didasari oleh falsafah yang bertujuan untuk melestarikan kemampuan sumberdaya yang ada di lingkungan hidup dalam menunjang kehidupan manusia secara berlanjut. Apa dan bagaimana suatu lingkungan hidup mengalami pencemaran dan/atau kerusakan?
Lingkungan hidup (environment) didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya. Benda dan daya biasanya dikelompokkan ke dalam komponen fisik dari lingkungan hidup atau biasa juga disebut sebagai komponen abiotik; makhluk hidup yang terdiri dari satwa dan tumbuh-tumbuhan termasuk dalam komponen biotis, sedang makhluk hidup yang berupa manusia termasuk dalam komponen sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat atau biasa juga disebut sebagi komponen kultur. Untuk singkatnya lingkungan hidup terdiri dari tiga komponen utama yaitu komponen fisik (abiotik); komponen biotis dan komponen kultur. Berdasarkan pemahaman pada definisi ini, maka segala akibat yang ditimbulkan oleh faktor eksternal dan internal yang masuk dalam lingkungan dapat mempengaruhi kualitas lingkungan.
Pencemaran lingkungan hidup (environmental pollution) adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya (UU No. 23/1997 pasal 1 ayat 12). Para ahli lingkungan bahkan menyatakan bahwa masuknya komponen “asing” ke dalam lingkungan baik secara kualitas maupun kuantitas dikatakan sebagai pencemaran. Bumi sebagai tempat berpijak manusia pada dasarnya terdiri dari tiga wilayah, yakni udara, air, dan tanah. Ketiga wilayah ini merupakan penyangga utama kehidupan manusia di muka bumi. Apabila ketiga wilayah ini terganggu (baca: tercemar dan mengalami pencemaran) maka terjadi ketidak­seim­bangan antara ketiganya. Masuknya (sengaja atau tidak disengaja) komponen “asing” ke dalam wilayah udara, air, dan/atau tanah sehingga tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya. Komponen “asing” ini disebut sebagai (bahan) pencemar atau “polutan”.

1.   Pencemaran Udara
            Berdasarkan pada definisi pencemaran lingkungan hidup (UU No. 23/1997) maka pencemaran yang terjadi di udara atau atmosfer disebut sebagai pencemaran udara (air pollution). Pada waktu planet bumi terbentuk pertama kali, komposisi, temperatur, dan kemampuan untuk membersihkan diri oleh atmosfer bumi berjalan dengan wajar. Tetapi selama dua abad belakangan ini, terutama sejak dekade revolusi industri komposisi atmosfer menjadi berubah sangat nyata akibat aktivitas manusia. Aktivitas tersebut berupa proses pembakaran minyak, penggundulan hutan, kebakaran hutan, dan aktivitas industri dan pertanian.
            Bahan kimia di udara yang berpengaruh negatif pada manusia, hewan, tanaman, barang dari logam, batuan dan material lain dapat dikategorikan sebagai pencemar udara. Banyak bahan pencemar udara terdapat dalam lapisan troposfer, tetapi ada 9 jenis bahan pencemar udara yang dianggap penting, yaitu sebagai berikut.

Tabel 2.1 Bahan Pencemar Udara
NO
PENCEMAR
ZAT-ZAT PENCEMAR
1
Oksida karbon
karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2)
2
Oksida belerang
sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3)
3
Oksida nitrogen
nitrit oksida (NO), nitrogen dioksida (NO2) dan dinitrogen oksida (N2O)
4
Komponen bahan Kimia organik volatil
metana (CH4), benzena (C6H6) klorofluorokarbon (CFC), dan kelompok bromin
5
Suspensi partikel
debu tanah, karbon, asbes, logam berat (seperti timbal,Pb), nitrat, sulfat, titik cairan, seperti asam sulfat (H2SO4), minyak, bifenil poliklorin (PCB), dioksin, dan pestisida.
6
Oksida fotokimiawi
ozon, peroksiasil nitrat, hidrogen peroksida, hidroksida, formaldehid yang terbentuk di atmosfer oleh reaksi oksigen, nitrogen oksida, dan uap hidrokarbon di bawah pengaruh sinar matahari.
7
Zat radioaktif
radon-222, iodine-131, strontium-90, plutonium-239 dan radioisotope lainnya yang masuk ke atmosfer bumi dalam bentuk gas atau suspensi partikel.
8
Panas
energi panas yang dikeluarkan pada waktu terjadi proses perubahan bentuk, terutama terjadi saat pembakaran minyak menjadi gas pada kendaraan, pabrik, perumahan, dan pembangkit tenaga listrik
9
Suara
dihasilkan oleh kendaraan bermotor, pesawat terbang, kereta api, mesin industri, konstruksi, mesin pemotong rumput, sirine dan sebagainya.

Lapisan kedua dari atmosfer ialah stratosfer yang mempunyai ketebalan sekitar 30 km sehingga jarak dari permukaan bumi sekitar 17 km sampai dengan 48 km di atas permukaan bumi. Pada lapisan kedua ini ditemukan sejumlah kecil gas ozon (O3) yang dapat menyaring 99% sinar berbahaya dari matahari yaitu radiasi sinar ultraviolet. Fungsi dari filter gas O3 yang tipis di stratosfer ialah mencegah/mengurangi intensitas sinar matahari khususnya radiasi ultraviolet. Berbagai bahaya akibat radiasi ultraviolet, antara lain kanker kulit, kanker mata, dan katarak. Tentunya kesemuanya ini dapat dicehag oleh adanya lapisan ozon tersebut. Selain itu, lapisan ozon juga mencegah kerusakan tanaman dan hewan air. Dengan menyaring radiasi energi tinggi dari sinar ultraviolet, lapisan ozon juga menyimpan cadangan oksigen (O2) pada lapisan troposfer sebelum berubah menjadi ozon. Sejumlah kecil ozon yang terbentuk di lapisan troposfer merupakan hasil buangan gas dari aktivitas manusia. Gas ozon di troposfer merusak tanaman, sistem saluran pernapasan manusia dan hewan serta bahan-bahan yang terbuat dari karet. Sehingga dalam kehidupan makhluk hidup sangat bergantung terhadap “ozon yang baik” yang berada di lapisan stratosfer dan sedikit “ozon yang buruk” dalam lapisan troposfer. Sayang sekali aktivitas manusia dapat menurunkan kadar ozon dari stratosfer dan menaikkan kadar ozon di troposfer.
            Masing-masing bahan kimia atau bentuk energi (panas dan suara) penyebab polusi tersebut dapat diklasifikasikan sebagai polutan udara primer dan polutan udara sekunder. Polutan primer (seperti SO2) dapat langsung mencemari udara sebagai proses alamiah atau aktivitas manusia. Polutan sekunder seperti asam sulfat terbentuk di udara melalui reaksi kimia antara polusi primer dengan komponen kimia yang sudah ada di udara.
            Polutan seperti bahan suspensi partikel berada di udara atmosfer dalam jangka waktu tertentu, bergantung pada ukuran partikel tersebut dan iklim setempat. Partikel normal berada di troposfer sekitar 1 atau 2 hari sebelum jatuh ke bumi karena proses gravitasi atau presipitasi, sedangkan partikel ukuran 1–10 mikrometer atau lebih ringan cenderung memerlukan waktu beberapa hari melayang di udara. Partikel yang kecil dengan ukuran kurang dari 1 mikrometer dapat bertahan lama dan melayang di udara, yaitu sekitar 1-2 minggu di troposfer dan dapat mencapai waktu 1–5 tahun di lapisan statosfer, sehingga cukup lama dapat terbawa angin ke seluruh penjuru dunia. Partikel yang sangat kecil ini paling berbahaya terhadap kesehatan manusia karena dapat meresap ke dalam paru-paru, dan juga menjadi pembawa toksik yang menyebabkan kanker.
            Ditinjau dari asalnya, pencemaran udara dapat disebabkan secara alamiah dan akibat aktivitas manusia. Namur sumbangan terbesar adalah akibat aktivitas manusia. Penyebab pencemaran udara secara alamiah ialah kebakaran hutan, penyebaran benang sari dari beberapa jenis bunga, erosi tanah oleh angin, gunung meletus, penguapan bahan organik dari beberapa jenis daun (seperti jenis pohon cemara yang mengeluarkan terpenten hidrokarbon), dekomposisi dari beberapa jenis bakteri pengurai, deburan ombak air laut (sulfat dan garam), dan radioaktivitas secara alamiah (gas radon 222, gas dari deposit uranium, fosfat, dan granit).
            Hampir semua emisi bahan pencemar yang berasal dari proses alamiah selalu tersebar ke seluruh permukaan bumi sehingga jarang terkonsentrasi dan mengakibatkan dampak secara global. Pencemaran sulfur oksida dan partikel debu dari gunung berapi yang meletus ke dalam atmosfer dapat merusak lingkungan alam sekitarnya. Pencemaran udara yang terjadi sejak revolusi industri telah banyak dilaporkan, dan dari tahun ke tahun jenis dan jumlah bahan pencemar terus meningkat.

Sekilas tentang: Asap dan Deposit Asam
            Campuran antara polutan primer dengan polutan sekunder dalam lapisan troposfer bagian bawah akan mengakibatkan interaksi di antara kedua jenis polutan tersebut. Interaksi kedua jenis polutan dipengaruhi oleh sinar matahari, sehingga asap tersebut dinamakan asap fotokimia. Pada umumnya asap fotokimia (photochemical smog) selalu ditemukan di kota besar, tetapi juga banyak di temukan di kota yang beriklim panas, banyak sinar matahari, dan kering. Kota yang banyak mengandung asap fotokimia, misalnya Los Angeles (USA), Sydney (Australia), Mexico City (Meksiko), Buenos Aires (Brazil), dan Jakarta, Bandung, dan Surabaya (Indonesia). Kadar asap fotokimia tersebut menjadi tinggi pada musim kemarau (di daerah tropis) atau musim panas (di daerah subtropis).
            Sebagian besar gas polutan yang menghasilkan gas fotokimia tersebut adalah reaksi dari ozon yang dapat mengakibatkan iritasi pada mata, mengganggu fungsi paru-paru, dan mematikan pohon dan tanaman pangan. Gas yang berbahaya tersebut biasanya erat hubungannya dengan konsentrasi ozon di lapisan bawah atmosfer. Komponen gas lain penyebab kerusakan adalah aldehid, peroksasil nitrat, dan asam nitrat. Kandungan komponen gas sekunder dalam asap fotokimia tersebut biasanya mencapai maksimal pada sore hari yang panas, sehingga menjadi penyebab utama gangguan mata dan pernapasan. Orang yang menderita biasanya berpenyakit asma atau gangguan pernapasan lainnya. Orang yang sehat akan menderita gangguan mata dan pernapasan bila berolah raga di ruangan terbuka sejak pukul 11.00 pagi sampai 16.00 sore. Semakin panas udara, semakin tinggi pula kadar ozon dan komponen gas yang tergolong dalam asap fotokimia ini.
            Sekitar tahun 1960-an kota besar seperti London, Chicago, dan Pittsburg membakar batubara dan minyak dalam jumlah besar untuk tenaga listrik yang digunakan dalam perindustrian, yang mengandung sulfur (S). Oleh karena itu, pada musim dingin kota tersebut dipenuhi oleh asap industri yang banyak mengandung sulfur dioksida, embun asam sulfat dari SO2, dan partikel tersuspensi. Dewasa ini pembakaran batubara dan minyak tersebut hanya dilakukan dalam tempat yang besar dan dengan sarana filter yang memadai sehingga asap industri tidak menjadi masalah lagi. Tentunya negara lain yang mulai melaksanakan proses industrialisasi, hal tersebut masih merupakan masalah.
            Pembakaran batubara dan minyak dari pabrik, pembangkit tenaga listrik, dan sejenisnya akan mengemisikan sejumlah besar bahan pencemar seperti SO2, partikel, dan nitrogen oksida. Pabrik dan pem­bangkit tenaga listrik biasanya mengeluarkan SO2 90-95% dan NO2 + 57%. Sebanyak 60% dari emisi SO2 dibebaskan dari cerobong asap yang tinggi dan di buang ke udara, dan terbawa angin ke mana-mana.
            Zat-zat seperti SO2 dan NO akan beraksi di udara membentuk polutan sekunder seperti NO2, asam nitrat, butiran asam sulfat dan garam nitrat serta garam sulfat. Bahan kimia tersebut kemudian jatuh ke bumi dalam bentuk hujan asam, embun asam, dan partikel asam. Bahan kimia yang berbentuk gas akan diabsorpsi oleh daun tanaman. Kombinasi deposit kering, basah atau bentuk asam yang diserap tanaman tersebut disebut deposit asam dan air yang jatuh dari udara disebut hujan asam. Deposit asam juga dapat terbentuk dari emisi NO dan SO dari asap kendaraan di daerah perkotaan.
            Presipitasi (hujan) secara alamiah mempunyai derajat keasaman rata-rata pH sekitar 5,6. Deposit asam yang kurang dari 5,6 dapat menyebabkan pengaruh negatif terhadap makhluk hidup, terutama pH di bawah 5,1 yakni:

1.   Merusak monumen, patung, bangunan, bahan logam dan mobil.
2.  Membunuh ikan, tanaman, dan mikroorganisme perairan.
3.   Mengurangi daya reproduksi beberapa jenis ikan, seperti ikan salmon pada pH di bawah 5,5.
4.  Membunuh dan menghambat daya reproduksi beberapa jenis plankton di bawah pH optimum 6.
5.  Merusak akar pohon dan kematian beberapa jenis ikan karena terbebasnya ion logam beracun seperti Al, Pb, Hg, dan Cd dari tanah dan sedimen Mengganggu sirkulasi nitrogen dalam danau pada pH 5,4–5,7.
6.  Membunuh pohon, terutama jenis pohon cemara karena mengakibatkan berkurangnya unsur hara tanah seperti Ca, Na, dan K.
7. Makin lemahnya daya tahan pohon sehingga peka terhadap serangan penyakit, serangga, kekeringan, dan jamur.
8. Menghambat pertumbuhan tanaman pangan, sayuran seperti tomat, kedelai, kacang, bayam, wortel, brokoli, dan tanaman kapas.
9. Meningkatkan populasi mikroorganisme seperti giardia, protozoa yang menyebabkan penyakit diare yang menyerang pendaki gunung yang biasanya meminum air daerah pegunungan.
10. Terjadinya erosi logam beracun seperti tembaga dan timbal di kota dan perumahan melalui pipa air ke dalam air minum.
11.  Memyebabkan penyakit pernapasan pada orang atau ibu hamil sehingga banyak bayi lahir prematur dan meninggal.
            Deposit asam yang terdapat di tanah, danau, dan sungai yang bersifat alkalis dapat dinetralkan melalui reaksi asam-basa. Bila deposit asam berlangsung terus sepanjang tahun, deposit asam akan dapat mengurangi daya netralisasi tersebut. Akibatnya, pohon dalam jumlah besar mulai layu dan ikan mati mengambang dalam danau dan sungai. Tanah yang mengandung mineral/zat alkalis dapat menetralkan deposit asam, tetapi daya netralisasinya sangat rendah. Bila terjadi deposit asam terus-menerus kemampuan untuk menetralisasikan menjadi berkurang.
            Deposit asam ini telah menjadi masalah yang serius di Eropa, Amerika Utara, Kanada, Cina, Brazil, dan Nigeria; juga menjadi masalah di beberapa negara industri baru di Asia, Amerika Latin, dan Afrika termasuk Indonesia.

2. Pencemaran Air
Terjadinya pencemaran air sebagaimana pencemaran udara, dapat secara alamiah maupun akibat aktivitas manusia. Tsunami yang beberapa waktu lalu melanda masyarakat Indonesia, khsususnya Aceh, Nias, dan Jawa Barat bagian selatan merupakan contoh kejadian yang manusia tidak bisa untuk mencegahnya. Namun demikian, penyebab alamiah ini cenderung lebih segera teratasi dilihat dari sudut pandang pencemaran. Karena, secara alamiah akan terjadi naturalisasi kondisi alam tersebut. Hal ini tentunya berbeda dengan dengan apabila terjadi tumpahan minyak bumi ke laut, masuknya berbagai jenis pupuk anorganik sintetis dan pestisida ke dalam perairan. Bahan kimia yang demikian tentunya sangat tergantung pada kearifan manusia untuk menah dan menang­gu­langinya.
 Bahan-bahan kimia polutan air secara garis besar dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1)       Minyak bumi dan turunannya (akibat tumpahan)
2)      Pupuk dan pestisida (terutama residu dan penggunaan secara berlebih) dan limbah pertanian lainnya
3)      Padatan  tersuspensi
4)      Limbah logam berat
5)      Limbah berbagai industri
6)      Limbah lainnya
Adapun parameter penentu kualitas air dan perairan untuk mengenali tercemar tidaknya badan air terserbut adalah:
a. Parameter kelompok fisika:
1.            Suhu, warna, bau, dan rasa
2.           Kekeruhan, TS (total solid, artinya zat padat total), TSS (total suspended solid, artinya zat padat tersuspensi total), dan TDS (total dissolved solid, artinya zat padat terlarut total)
3.            Daya hantar linstrik (DHL) atau sering dikenal dengan konduktansi
b. Parameter kelompok kimia:
4.           COD (chemical oxygen demand: kebutuhan oksigen untuk proses kimiawi dalam badan air), dan Nilai (Angka) permanganate.
5.      BOD (biochemical oxygen demand: banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri dan mikrooragnisme untuk proses kimiawi dalam badan air). Makin tinggi nilai BOD mengindikasikan makin tingginya tingkat pencemaran.
6.      DO (disolved of oxygen, artinya jumlah oksigen yang larut dalam badan air). Makin rendah nilai DO menggambarkan tingkat pencemaran yang semakin tinggi.
7.      Derajad keasaman (pH dan alkalinitas.
8.      Kesadahan, kalsium (Ca), dan magnesium (Mg).
9.      Logam berat (Fe, Pb, Cu, Hg, Co, Cr, Cd, Zn, dsb.)
10.    Garam-garam anorganik: klorida, sulfat, sianida, nitrat, nitrit, amoniak bebas, dsb.
11.     Bahan organik: senyawa aktif methylene blue, minyak dan lemak, PCB, fenol, dsb
c. Parameter bakteriologi (bilogi):
12.          Kelompok Koliform
13.          Kuman parasitik dan patogenik
d. Keradioaktifan:
14.          Aktivitas sinar beta total
15.          Strontium-90
16.          Radium-226

3.           Pencemaran Tanah
Sebagaimana halnya dengan pencemaran udara dan air, pencemaran tanah didefinisikan sebagai masuknya atau dimasukkannya bahan pencemar atau polutan ke badan sehingga terjadi perubahan peruntukkannya. Polutan air pada dasarnya identik dengan polutan tanah. Berkurangnya bahkan hilangnya kegemburan, kesuburan, dan unsur-unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman banyak diakibatkan oleh penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan dan berbagai ragam eksploitasi terhadap tanah, khususnya tanah permukaan. Misalnya, eksploitasi tanah untuk diolah menjadi batu bata (bata merah), pengerukan pasir permukaan, hilangnya penyangga tanah permukaan karena longsor, dan sebagainya. 

Pengendalian (Pencegahan dan Penanggulangan) Pencemaran Lingkungan
            Bagaimana upaya pencegahan terhadap pencemaran udara? Meng­hentikan secara total terhadap aktivitas manusia sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman jelas bukan solusi terbaik yang dapat diterima semua pihak. Demikian juga, mampukah manusia menghentikan kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa agar tak terjadi bencana (seperti gunung meletus). Namur demikian, upaya yang bijaksana dari manusia sebagai pelaku utama di bumi hádala satu keharusan. Upaya berikut kiranya dapat digunakan untuk mengendalikan pencemaran lingkungan, antara lain:

1.   Penggunaan bahan bakar secara hemat, pola konsumsi yang menurunkan bahkan menghilangkan sampah secara berlebih, konversi penggunaan bahan bakar fosil menjadi bahan bakar nabati, dan tentunya masih banyak lagi yang perlu direnungkan dan ditindalanjuti, terutama para pengambil kebijakan dan pelaku kegiatan.
2.  Penurunan/pengurangan penggunaan energi batubara dan menggantikannya dengan gas alam, biogas, dan energi alternatif lainnya.
3.   Peningkatan penggunaan energi alternatif, khususnya energi bersumber materi yang terbarukan (renewable material): cahaya matahari, angin, panas bumi, dan gas alam.
4.  Pengurangan/penghentian penebangan hutan dan peningkatan upaya penghutanan kembali (reboisasi).
5.  Pengelolaan dan pengolahan sampah (baik domestik maupun industri) menjadi sumber energi.
6. Peningkatan produksi pupuk dan pestisida yang ramah lingkungan dan berbasis pada bahan organik, dan sesedikit mungkin menggunakan pupuk dan pestisida anorganik sintetik. Penggunaan pupuk model tablet dapat mengurangi emisi oksida nitrogen dibanding pupuk tabur.
7.  Pengendalian dan pengawasan pembuangan limbah ke lingkungan kecuali dilakukan treatment terlebih dahulu dan relatif telah ramah lingkungan.
8. Dan tentunya masih banyak alternatif yang menjadi solusi. Bagaimana saran dan masukan Anda?
          Pada dasarnya Pengendalian Pencemaran Lingkungan adalah setiap upaya (1) pencegahan, (2) penanggulangan, dan (3) pemulihan pencemaran lingkungan untuk menjamin kualitas lingkungan agar sesuai dengan peruntukannya. Pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan pencemaran lingkungan agar sesuai dengan peruntukannya tentunya harus disadari sebagai tanggungjawab baik individu, masyarakat, maupun pemerintah. Sebagai regulator dan penjamin bagi keberlangsungan fungsi lingkungan, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang tertuang dalam berbagai peraturam, baik Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, dan sebagainya. Beberapa Rambu-rambu Pengendalian Pencemaran adalah:
1.  Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
2.   Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Jo. PP 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, beserta peraturan pelaksanaannya
3.  Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kualitas Air dan Pencemaran Air, beserta peraturan pelaksanaannya
4.  Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, beserta peraturan pelaksanaannya
5.  Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, beserta peraturan pelaksanaannya
6.  Baku Mutu Lingkungan
7.  Beberapa peraturan Daerah dan SK Gubernur
8.  Dan lain-lain
Di samping aturan yuridis formal sebagai­mana  diuraikan di atas, suatu kegiatan usaha khususnya aktivitas industri yang berkecende­rung­an mengolah material dan berlimbah, harus ada paradigma baru dalam aktivitasnya. Paradigma baru tersebut adalah Tinggalkan pendekatan end of pipe tetapi Kembangkan pendekatan efisiensi. Pendekatan efisiensi yang dimaksud adalah (1) pollution prevention, (2) waste minimization, (3) cleaner production, dan (4) Reduce–Reuse–Recycle (3R). Sebagai bagian dari paradigma efisiensi ini, setiap usaha, aktivitas, dan sejenisnya harus berusaha pada Tindakan pencegahan sebagai upaya pengendalian pencemaran lingkungan, meliputi:
1.  Cleaner Production (produksi bersih, artinya menghasilkan barang atau produk yang tidak mencemari lingkungan, baik dari segi bahan baku, selama proses produksi, maupun hasil-hasil yang diproduksi).
2.   Minimizes limbah (meminimalkan limbah yang timbul akibat kegiatan, bahkan menghilangkannya)
3. ISO 14000 (manajemen berbasis pada upaya pelestarian dan peningkatan kualitas lingkungan. (ISO adalah singkatan dari The International Organization for Standardization, sedang 14000 merupakan seri yang dikeluarkan oleh badan atau lembaga tersebut)
4.  Ecolable (memberikan tanda, simbol, atau label pada proses, barang, atau jasa yang mengedepankan pelestarian peningkatan kualias lingkungan)
5.  AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)
6.  Audit lingkungan
7.   Baku mutu lingkungan hidup
Sedang pada tataran global, sebagai upaya pengendalian pencemaran lingkungan oleh aktivitas industri, telah dikembangkan paradigma baru, yakni Green Chemistry (baca: Kimia yang Ramah Lingkungan).
Green merupakan salah satu kata dengan berbagai konotasi, namun dalam kajian ini hubungan yang lebih penting adalah dengan lingkungan, dan untuk pertama kalinya penggunaan kata ini di awal 1970-an. Green Chemistry (Kimia Ramah Lingkungan) pertama kali digunakan secara luas di USA selama 1990-an. Pada 1996 EPA (Environmental Protection Agency) menginisiasi Program Green Chemistry (Green Chemistry Program). Dalam program ini termasuk di dalamnya riset, pendidikan, usaha lain seperti Presidential Green Chemistry Challenges Awards, dan program tahunan invasi dalam “cleaner, cheaper, smarter chemistry”. Pada mulanya, EPA mengenalkan dan mempelopori program ini dalam kerangka pencegahan polusi dan toksisitas (EPA, 2003). Demikian juga Himpunan Kimia Amerika (The American Chemical Society) secara aktif telah mempromosikan Green Chemistry (Gambar 1), dan Himpunan Kimia Inggris Raya (The Royal Chemistry Society in England) secara rutin telah mempublikasikan Jurnal Riset Green Chemistry. Beberapa universitas di kedua negeri tersebut telah membuka program gelar di bidang Green Chemistry (Kotz, dkk., 2006). Pada akhir-akhir ini konsep Green Chemistry telah berkembang di belahan dunia lainnya, seperti Eropa, Australia, dan Jepang
Sebagai bidang kajian, Green Chemistry merupakan bidang kajian yang relatif baru. Kata green yang bisa diartikan sebagai ramah lingkungan atau bersahabat dengan lingkungan, bagaimana dengan chemistry be green. Masyarakat sudah tidak asing dengan istilah kimia atau bahan kimia (chemistry dan chemicals), dan kata ini sering disinonimkan untuk bahan-bahan toksik (racun) atau bahan-bahan yang berbahaya. Hal ini memang juga tidak terlalu salah. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak asing lagi dengan antibiotik dan berbagai macam obat-obatan, plastik, pupuk, pestisida, zat aditif makanan, dan sebagainya. 
Green Chemistry mencakup rancangan bagaimana produk bahan kimia dan proses pembuatannya sedapat mungkin menurunkan atau mengeliminasi bahan-bahan kimia dan generasinya yang bersifat racun dan berbahaya (Dintzner, 2006). ACS mendeifnisikan Green Chemistry sebagai rancangan produk kimia dan prosesnya yang bersifat mengurangi atau menghilangkan penggunaan dan pembebasan bahan-bahan yang berbahaya, sedangkan EPA mendefinisikannya seagai penggunaan kimia untuk pencegahan polusi (Kotz, 2006). Menurut Anastas dan Warner (1998), green chemistry merupakan penerapan sejumlah kaidah fundamental kimia untuk mengurangi pemakaian atau memproduksi bahan kimia yang berbahaya yang terkonsep dalam merancang, menggunakan, dan memproduksi bahan kimia. Green chemistry bertujuan untuk mencegah atau mengurangi bahaya polusi pada segala lini atau jalur timbulnya polusi tersebut. Menurut prinsip green chemistry dalam mendesain suatu proses atau reaksi kimia, kimiawan atau insinyur kimia harus memperhatikan dan mempertimbangkan segala aspek tentang kemungkinan bahaya suatu bahan kimia terhadap kesehatan maupun lingkungan, baik dari sisi bahan baku atau bahan dasar (raw material dan feedstock), proses, maupun produknya. Secara umum green chemistry berprinsip pada (a) meminimalkan bahan buangan, (b) penggunaan katalis dalam reaksi, (c) penggunaan reagen yang tidak/kurang berbahaya, (d) penggunaan bahan baku yang dapat diperbarui (renewable), (e) peningkatan efisiensi secara ekonomi, (f) penggunaan sistem yang memungkinkan bebas pelarut atau pelarut yang ramah lingkungan dan dapat didaur ulang (Rahayu, 2003). Dintzner, dkk. (2006) menyatakan bahwa penggunaan radiasi gelombang mikro (microwave irradiation) reaksi kimia dapat  mempercepat laju reaksi dan bahan kimia yang lebih bersih, dan hal ini merupakan salah satu komponen penting dalam green chemistry.
Terdapat 12 (dua belas) prinsip pada Green Chemistry. Dua belas prinsip Green Chemistry (12 Principles of Green Chemistry) tersebut adalah (Anastas & Warner, 1998):
1.        Pencegahan (Prevention).
2.       Ekonomi Atom (Atom Economy).
3.       Sintesis Bahan Kimia Yang Kurang Berbahaya (Less Hazardous Chemicals Synthesis). 
4.       Merancang Bahan-bahan Kimia yang Aman (Designing Safer Chemicals). 
5.       Pelarut dan Bahan Pendukung Lain yang Aman (Safer Solvents and Auxiliarie). 
6.       Merancang untuk Efisiensi Energi (Design for Energy Efficiency). 
7.       Menggunakan Bahan Baku yang Dapat Diperbarui (Use of Renewable Feedstocks).
8.       Mengurangi bahan-bahan turunan atau produk samping (Reduce derivatives)
9.       Katalisis (Catalysis). 
10.    Rancangan untuk Degradasi (Design for Degradation). 
11.     Analisis Serempak dalam Pencegahan Polusi (Real-time for Pollution Prevention). 
12.    Perlakuan Kimiawi yang Lebih Aman untuk Pencegahan Kecelakaan (Inherently Safer Chemistry for Accident Prevention). 

Rangkuman
Pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan merupakan bagian yang tidak dapat diabaikan demi keberlangsungan hidup manusia dan pembangunan berkelanjutan. Terdapat tiga unsur pokok dalam pengendalian lingkungan agar sesuai dengan peruntukannya, baik dari aspek pencemaran maupun kerusakan lingkungan. Ketiga unsur pengendalian tersebut adalah pencegahan, penaggulangan, dan pemulihan. Pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungaan adalah upaya untuk mempertahankan kondisi lingkungan melalui cara-cara yang tidak memberi peluang berlangsungnya proses pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan adalah upaya untuk menghentikan meluas dan meningkatnya pencemaran maupun kerusakan lingkungan. Sedangkan pemulihan kondisi lingkungan merupakan upaya yang dilakukan untuk mengembalikan kondisi lingkungan ke tingkat yang tidak rusak dan ramah lingkungan. Kesemuanya bertujuan agar lingkungan mempunyai peran dan fungsi sesuai peruntukannya.

Kasus/Permasalahan
1. Mengapa kasus pencemaran masih sering terjadi? Berikan contohnya!
2.  Adakah upaya dari pemerintah untuk mencegah pencemaran? Jelaskan!
3.  Sudah efektif peraturan perundangan tentang lingkungan hidup diterapkan?
4.  Mengapa pembangunan perlu diorientasikan ke masa depan?
5.  Adakah usaha memulihkan kerusakan lingkungan yang telah terjadi, misalnya pada pertambangan?

0 comments:

Post a Comment