Dinamika perkembangan
kehidupan manusia menunjukkan bahwa semakin modern tingkat kehidupan manusia
semakin besar kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup yang ditimbulkannya. Di
samping itu perkembangan kehidupan tersebut juga menyebabkan makin menipisnya
sumberdaya alam yang ada di bumi ini. Jika kegiatan kelompok masyarakat jaman
dahulu hanya menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup serta
penurunan persediaan sumberdaya dalam jumlah minimal, maka kegiatan kelompok
masyarakat pada masa sekarang ternyata menimbulkan akibat yang berlipat ganda
dan tidak terpulihkan.
Lingkungan hidup didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk
hidup lainnya. Benda dan daya biasanya dikelompokkan ke dalam komponen fisik
dari lingkungan hidup atau biasa juga disebut sebagai komponen abiotik; makhluk
hidup yang terdiri dari satwa dan tumbuh-tumbuhan termasuk dalam komponen
biotis, sedang makhluk hidup yang berupa manusia termasuk dalam komponen
sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat atau biasa juga disebut sebagi
komponen kultur. Untuk singkatnya lingkungan hidup terdiri dari tiga komponen
utama yaitu komponen fisik (abiotik); komponen biotis dan komponen kultur.
Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) adalah suatu pro-ses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari
sumber daya alam sumber daya manusia, dengan menyerasikan sumber alam dengan
manusia dalam pem-bangunan (Emil Salim). Menurut Sofyan Effendi, pembangunan
berkelanjutan adalah suatu proses pembangunan yang pengembangan teknologinya
dan perubahan kelembagaannya dilakukan secara harmonis dan dengan amat
memperhatikan potensi pada saat ini dan masa depan dalam pemenuhan kebutuhan
dan aspirasi masyarakat.
Pembangunan
berkelanjutan dapat diartikan pula perubahan positif sosial ekonomi yang tidak
mengabaikan sistem ekologi dan sosial di mana masyarakat bergantung kepadanya.
Keberhasilan penerapannya memerlukan kebijakan, perencanaan dan proses
pembelajaran sosial yang terpadu, viabilitas politiknya bergantung pada
dukungan penuh masyarakat melalui pemerintah, kelembagaan sosial dan kegiatan
dunia usaha (Sumarwoto, 2006).
Pembangunan
berkelanjutan sesungguhnya merupakan wacana moral dan kultural. Hal ini
disebabkan karena yang menjadi persoalan utama adalah pada bentuk dan arah
peradaban seperti apa yang akan dikembangkan manusia di Bumi ini. Kearifan
lingkungan lokal, sekaligus plural perlu terus dikembangkan. Tetapi tidak hanya
diposisikan sebagai upaya untuk ”melawan” kecenderungan globalisasi dan
westernisasi, melainkan satu ”pilihan”. Dengan kata lain, pengem-bangkan
kearifan lingkungan tidak selalu harus ”dibenturkan” globalisasi/westernisasi,
karena dia adalah ”keyakinan” sekaligus ”pilihan-pilihan” sadar tiap kelom-pok
manusia di Bumi untuk mengembangkan peradaban yang plural, sekaligus identitas
yang beragam.
Dalam proses pelaksanaan pembangunan atau kegiatan ekonomi,
komponen-komponen lingkungan tersebut kemungkinan akan mengalami perubahan atau
lebih dikenal terkena dampak dari suatu kegiatan pembangunan. Perubahan
lingkungan tersebut dapat bersifat global, nasional maupun lokal. Ketiganya
harus dilihat secara menyeluruh dan terpadu oleh karena memang ketiganya
tidaklah dapat dipisahkan dan saling terkait. Lebih lanjut, perlu dipahami
bahwa keterkaitan antara permasalahan lingkungan global dan lokal sangatlah
erat. Sebagai contoh, membicarakan Agenda 21 Indonesia tidak dapat dilepaskan
dari Agenda 21 Rio karena yang terakhir inilah yang mendasari terciptanya
Agenda 21 Indonesia. Demikian juga, dalam membicarakan isu lingkungan global
perlu juga diimbangi dengan pembicaraan tentang isu lingkungan nasional
(Indonesia) untuk melihat keterkaitan permasalahan lingkungan Indonesia dengan
permasalahan global.
Konsep pembangunan berkelanjutan memberikan himbauan bahwa pemba-ngunan
akan memungkinkan generasi sekarang meningkatkan kesejahteraan, tanpa
mengurangi hak generasi masa depan juga meningkat kesejahteraannya. Terdapat
tiga pilar pembangunan berkelanjutan yang ditekankan perlunya koordinasi dan
integrasi yakni aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan
memerlukan keterpaduaan koordinasi yang mantap antara pemanfaatan sumber daya
alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan dalam suatu kurun waktu,
dimensi ruang agar tepat guna, berhasil guna dan berdaya guna.
A.
Pencemaran Lingkungan
Kegiatan yang menimbulkan penurunan kualitas dan kuantitas lingkungan
hidup tersebut ironisnya disebabkan terutama oleh kegiatan pembangunan ekonomi
yang diharapkan dapat mensejahterakan manusia. Oleh karenanya dibutuh-kan
adanya paradigma pembangunan baru yang dapat mencegah kerusakan dan pencemaran
lingkungan hidup menjadi lebih parah lagi. Paradigma tersebut diharapkan dapat
mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dalam setiap kegiatan pembangunan.
Pembangunan semacam inilah yang disebut sebagai pembangunan yang berwawasan
lingkungan atau pembangunan yang berkelanjutan. Disebut berkelanjutan karena
pembangunan tersebut didasari oleh falsafah yang bertujuan untuk melestarikan
kemampuan sumberdaya yang ada di lingkungan hidup dalam menunjang kehidupan
manusia secara berlanjut. Apa dan bagaimana suatu lingkungan hidup mengalami
pencemaran dan/atau kerusakan?
Lingkungan hidup (environment) didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk
hidup lainnya. Benda dan daya biasanya dikelompokkan ke dalam komponen fisik
dari lingkungan hidup atau biasa juga disebut sebagai komponen abiotik; makhluk
hidup yang terdiri dari satwa dan tumbuh-tumbuhan termasuk dalam komponen
biotis, sedang makhluk hidup yang berupa manusia termasuk dalam komponen
sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat atau biasa juga disebut sebagi
komponen kultur. Untuk singkatnya lingkungan
hidup terdiri dari tiga komponen utama yaitu komponen fisik (abiotik); komponen
biotis dan komponen kultur. Berdasarkan pemahaman pada definisi ini, maka
segala akibat yang ditimbulkan oleh faktor eksternal dan internal yang masuk
dalam lingkungan dapat mempengaruhi kualitas lingkungan.
Pencemaran lingkungan hidup (environmental pollution) adalah masuknya
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai
dengan peruntukannya (UU No. 23/1997 pasal 1 ayat 12). Para ahli lingkungan
bahkan menyatakan bahwa masuknya komponen “asing” ke dalam lingkungan baik
secara kualitas maupun kuantitas dikatakan sebagai pencemaran. Bumi sebagai
tempat berpijak manusia pada dasarnya terdiri dari tiga wilayah, yakni udara,
air, dan tanah. Ketiga wilayah ini merupakan
penyangga utama kehidupan manusia di muka bumi. Apabila ketiga wilayah ini terganggu
(baca: tercemar dan mengalami pencemaran) maka terjadi ketidakseimbangan
antara ketiganya. Masuknya (sengaja atau tidak disengaja) komponen “asing” ke
dalam wilayah udara, air, dan/atau tanah sehingga tidak dapat berfungsi sesuai
peruntukannya. Komponen “asing” ini disebut
sebagai (bahan) pencemar atau “polutan”.
1.
Pencemaran Udara
Berdasarkan
pada definisi pencemaran lingkungan hidup (UU No. 23/1997) maka pencemaran yang
terjadi di udara atau atmosfer disebut sebagai pencemaran udara (air pollution). Pada waktu planet bumi
terbentuk pertama kali, komposisi, temperatur, dan kemampuan untuk membersihkan
diri oleh atmosfer bumi berjalan dengan wajar. Tetapi selama dua abad
belakangan ini, terutama sejak dekade revolusi industri komposisi atmosfer
menjadi berubah sangat nyata akibat aktivitas manusia. Aktivitas tersebut berupa proses pembakaran minyak,
penggundulan hutan, kebakaran hutan, dan aktivitas industri dan pertanian.
Bahan kimia di udara yang berpengaruh negatif pada
manusia, hewan, tanaman, barang dari logam, batuan dan material lain dapat
dikategorikan sebagai pencemar udara. Banyak bahan pencemar udara terdapat
dalam lapisan troposfer, tetapi ada 9 jenis bahan pencemar udara yang dianggap
penting, yaitu sebagai berikut.
Tabel 2.1 Bahan
Pencemar Udara
NO
|
PENCEMAR
|
ZAT-ZAT PENCEMAR
|
1
|
Oksida karbon
|
karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2)
|
2
|
Oksida belerang
|
sulfur dioksida (SO2)
dan sulfur trioksida (SO3)
|
3
|
Oksida nitrogen
|
nitrit oksida (NO), nitrogen
dioksida (NO2) dan dinitrogen oksida (N2O)
|
4
|
Komponen bahan Kimia organik volatil
|
metana (CH4), benzena (C6H6)
klorofluorokarbon (CFC), dan kelompok bromin
|
5
|
Suspensi partikel
|
debu tanah, karbon, asbes, logam berat (seperti timbal,Pb),
nitrat, sulfat, titik cairan, seperti asam sulfat (H2SO4),
minyak, bifenil poliklorin (PCB), dioksin, dan pestisida.
|
6
|
Oksida fotokimiawi
|
ozon, peroksiasil
nitrat, hidrogen peroksida, hidroksida, formaldehid yang terbentuk di
atmosfer oleh reaksi oksigen, nitrogen oksida, dan uap hidrokarbon di bawah
pengaruh sinar matahari.
|
7
|
Zat radioaktif
|
radon-222,
iodine-131, strontium-90, plutonium-239 dan radioisotope lainnya yang masuk
ke atmosfer bumi dalam bentuk gas atau suspensi partikel.
|
8
|
Panas
|
energi panas yang dikeluarkan pada waktu terjadi proses perubahan bentuk,
terutama terjadi saat pembakaran minyak menjadi gas pada kendaraan, pabrik,
perumahan, dan pembangkit tenaga listrik
|
9
|
Suara
|
dihasilkan oleh
kendaraan bermotor, pesawat terbang, kereta api, mesin industri, konstruksi,
mesin pemotong rumput, sirine dan sebagainya.
|
Lapisan kedua dari atmosfer
ialah stratosfer yang mempunyai ketebalan sekitar 30 km sehingga jarak
dari permukaan bumi sekitar 17 km sampai dengan 48 km di atas permukaan bumi. Pada
lapisan kedua ini ditemukan sejumlah kecil gas ozon (O3) yang dapat
menyaring 99% sinar berbahaya dari matahari yaitu radiasi sinar ultraviolet.
Fungsi dari filter gas O3 yang tipis di stratosfer ialah
mencegah/mengurangi intensitas sinar matahari khususnya radiasi ultraviolet. Berbagai bahaya akibat radiasi ultraviolet, antara
lain kanker kulit, kanker mata, dan katarak. Tentunya kesemuanya ini dapat
dicehag oleh adanya lapisan ozon tersebut. Selain itu, lapisan ozon juga
mencegah kerusakan tanaman dan hewan air. Dengan menyaring radiasi energi
tinggi dari sinar ultraviolet, lapisan ozon juga menyimpan cadangan oksigen (O2)
pada lapisan troposfer sebelum berubah menjadi ozon. Sejumlah kecil ozon yang
terbentuk di lapisan troposfer merupakan hasil buangan gas dari aktivitas
manusia. Gas ozon di troposfer merusak tanaman, sistem saluran pernapasan
manusia dan hewan serta bahan-bahan yang terbuat dari karet. Sehingga dalam
kehidupan makhluk hidup sangat bergantung terhadap “ozon yang baik” yang berada
di lapisan stratosfer dan sedikit “ozon yang buruk” dalam lapisan troposfer. Sayang sekali aktivitas manusia dapat menurunkan
kadar ozon dari stratosfer dan menaikkan kadar ozon di troposfer.
Masing-masing bahan kimia atau bentuk energi (panas dan
suara) penyebab polusi tersebut dapat diklasifikasikan sebagai polutan udara
primer dan polutan udara sekunder. Polutan primer (seperti SO2)
dapat langsung mencemari udara sebagai proses alamiah atau aktivitas manusia.
Polutan sekunder seperti asam sulfat terbentuk di udara melalui reaksi kimia
antara polusi primer dengan komponen kimia yang sudah ada di udara.
Polutan
seperti bahan suspensi partikel berada di udara atmosfer dalam jangka waktu
tertentu, bergantung pada ukuran partikel tersebut dan iklim setempat. Partikel
normal berada di troposfer sekitar 1 atau 2 hari sebelum jatuh ke bumi karena
proses gravitasi atau presipitasi, sedangkan partikel ukuran 1–10 mikrometer
atau lebih ringan cenderung memerlukan waktu beberapa hari melayang di udara.
Partikel yang kecil dengan ukuran kurang dari 1 mikrometer dapat bertahan lama
dan melayang di udara, yaitu sekitar 1-2 minggu di troposfer dan dapat mencapai
waktu 1–5 tahun di lapisan statosfer, sehingga cukup lama dapat terbawa angin
ke seluruh penjuru dunia. Partikel yang sangat kecil ini paling berbahaya
terhadap kesehatan manusia karena dapat meresap ke dalam paru-paru, dan juga
menjadi pembawa toksik yang menyebabkan kanker.
Ditinjau dari asalnya, pencemaran udara dapat disebabkan
secara alamiah dan akibat aktivitas manusia. Namur sumbangan terbesar adalah
akibat aktivitas manusia. Penyebab pencemaran udara secara alamiah ialah
kebakaran hutan, penyebaran benang sari dari beberapa jenis bunga, erosi tanah
oleh angin, gunung meletus, penguapan bahan organik dari beberapa jenis daun
(seperti jenis pohon cemara yang mengeluarkan terpenten hidrokarbon),
dekomposisi dari beberapa jenis bakteri pengurai, deburan ombak air laut
(sulfat dan garam), dan radioaktivitas secara alamiah (gas radon 222, gas dari
deposit uranium, fosfat, dan granit).
Hampir semua emisi bahan pencemar yang berasal dari
proses alamiah selalu tersebar ke seluruh permukaan bumi sehingga jarang
terkonsentrasi dan mengakibatkan dampak secara global. Pencemaran sulfur oksida
dan partikel debu dari gunung berapi yang meletus ke dalam atmosfer dapat
merusak lingkungan alam sekitarnya. Pencemaran udara yang terjadi sejak
revolusi industri telah banyak dilaporkan, dan dari tahun ke tahun jenis dan
jumlah bahan pencemar terus meningkat.
Sekilas tentang:
Asap dan Deposit Asam
Campuran antara polutan primer dengan polutan sekunder
dalam lapisan troposfer bagian bawah akan mengakibatkan interaksi di antara
kedua jenis polutan tersebut. Interaksi kedua jenis polutan dipengaruhi oleh
sinar matahari, sehingga asap tersebut dinamakan asap fotokimia. Pada umumnya
asap fotokimia (photochemical smog) selalu ditemukan di kota besar,
tetapi juga banyak di temukan di kota yang beriklim panas, banyak sinar
matahari, dan kering. Kota yang banyak mengandung asap fotokimia, misalnya Los
Angeles (USA), Sydney (Australia), Mexico City (Meksiko), Buenos Aires
(Brazil), dan Jakarta, Bandung, dan Surabaya (Indonesia). Kadar asap fotokimia
tersebut menjadi tinggi pada musim kemarau (di daerah tropis) atau musim panas
(di daerah subtropis).
Sebagian besar gas polutan yang menghasilkan gas
fotokimia tersebut adalah reaksi dari ozon yang dapat mengakibatkan iritasi
pada mata, mengganggu fungsi paru-paru, dan mematikan pohon dan tanaman pangan.
Gas yang berbahaya tersebut biasanya erat hubungannya dengan konsentrasi ozon
di lapisan bawah atmosfer. Komponen gas lain penyebab kerusakan adalah aldehid,
peroksasil nitrat, dan asam nitrat. Kandungan komponen gas sekunder dalam asap fotokimia
tersebut biasanya mencapai maksimal pada sore hari yang panas, sehingga menjadi
penyebab utama gangguan mata dan pernapasan. Orang yang menderita biasanya
berpenyakit asma atau gangguan pernapasan lainnya. Orang yang sehat akan
menderita gangguan mata dan pernapasan bila berolah raga di ruangan terbuka
sejak pukul 11.00 pagi sampai 16.00 sore. Semakin panas udara, semakin tinggi
pula kadar ozon dan komponen gas yang tergolong dalam asap fotokimia ini.
Sekitar tahun 1960-an kota besar seperti London, Chicago,
dan Pittsburg membakar batubara dan minyak dalam jumlah besar untuk tenaga
listrik yang digunakan dalam perindustrian, yang mengandung sulfur (S). Oleh
karena itu, pada musim dingin kota tersebut dipenuhi oleh asap industri yang
banyak mengandung sulfur dioksida, embun asam sulfat dari SO2, dan
partikel tersuspensi. Dewasa ini pembakaran batubara dan minyak tersebut hanya
dilakukan dalam tempat yang besar dan dengan sarana filter yang memadai
sehingga asap industri tidak menjadi masalah lagi. Tentunya negara lain yang
mulai melaksanakan proses industrialisasi, hal tersebut masih merupakan
masalah.
Pembakaran batubara dan minyak dari pabrik, pembangkit
tenaga listrik, dan sejenisnya akan mengemisikan sejumlah besar bahan pencemar
seperti SO2, partikel, dan nitrogen oksida. Pabrik dan pembangkit
tenaga listrik biasanya mengeluarkan SO2 90-95% dan NO2 +
57%. Sebanyak 60% dari emisi SO2 dibebaskan dari cerobong asap yang
tinggi dan di buang ke udara, dan terbawa angin ke mana-mana.
Zat-zat seperti SO2 dan NO akan
beraksi di udara membentuk polutan sekunder seperti NO2, asam
nitrat, butiran asam sulfat dan garam nitrat serta garam sulfat. Bahan kimia
tersebut kemudian jatuh ke bumi dalam bentuk hujan asam, embun asam, dan
partikel asam. Bahan kimia yang berbentuk gas akan diabsorpsi oleh daun
tanaman. Kombinasi deposit kering, basah atau bentuk asam yang diserap tanaman
tersebut disebut deposit asam dan air yang jatuh dari udara disebut hujan
asam. Deposit asam juga dapat terbentuk dari emisi NO dan SO dari asap
kendaraan di daerah perkotaan.
Presipitasi (hujan) secara alamiah mempunyai derajat
keasaman rata-rata pH sekitar 5,6. Deposit asam yang kurang dari 5,6 dapat
menyebabkan pengaruh negatif terhadap makhluk hidup, terutama pH di bawah 5,1
yakni:
1. Merusak monumen, patung, bangunan, bahan logam dan
mobil.
2. Membunuh ikan, tanaman, dan mikroorganisme
perairan.
3. Mengurangi daya reproduksi beberapa jenis ikan,
seperti ikan salmon pada pH di bawah 5,5.
4. Membunuh dan menghambat daya reproduksi beberapa jenis
plankton di bawah pH optimum 6.
5. Merusak akar pohon dan kematian beberapa jenis ikan
karena terbebasnya ion logam beracun seperti Al, Pb, Hg, dan Cd dari tanah dan
sedimen Mengganggu sirkulasi nitrogen dalam danau pada pH 5,4–5,7.
6. Membunuh pohon, terutama jenis pohon cemara karena
mengakibatkan berkurangnya unsur hara tanah seperti Ca, Na, dan K.
7. Makin lemahnya daya tahan pohon sehingga peka terhadap serangan
penyakit, serangga, kekeringan, dan jamur.
8. Menghambat pertumbuhan tanaman pangan, sayuran seperti tomat, kedelai,
kacang, bayam, wortel, brokoli, dan tanaman kapas.
9. Meningkatkan populasi mikroorganisme seperti giardia, protozoa yang
menyebabkan penyakit diare yang menyerang pendaki gunung yang biasanya meminum
air daerah pegunungan.
10. Terjadinya erosi logam beracun seperti tembaga dan timbal di kota dan perumahan melalui pipa air ke dalam air minum.
11. Memyebabkan penyakit pernapasan pada orang atau ibu hamil sehingga
banyak bayi lahir prematur dan meninggal.
Deposit
asam yang terdapat di tanah, danau, dan sungai yang bersifat alkalis dapat
dinetralkan melalui reaksi asam-basa. Bila deposit asam berlangsung terus
sepanjang tahun, deposit asam akan dapat mengurangi daya netralisasi tersebut.
Akibatnya, pohon dalam jumlah besar mulai layu dan ikan mati mengambang dalam
danau dan sungai. Tanah yang
mengandung mineral/zat alkalis dapat menetralkan deposit asam, tetapi daya
netralisasinya sangat rendah. Bila terjadi deposit asam terus-menerus kemampuan
untuk menetralisasikan menjadi berkurang.
Deposit asam ini telah menjadi masalah yang serius di
Eropa, Amerika Utara, Kanada, Cina, Brazil, dan Nigeria; juga menjadi masalah
di beberapa negara industri baru di Asia, Amerika Latin, dan Afrika termasuk
Indonesia.
2. Pencemaran Air
Terjadinya pencemaran air sebagaimana pencemaran udara, dapat secara
alamiah maupun akibat aktivitas manusia. Tsunami yang beberapa waktu lalu
melanda masyarakat Indonesia, khsususnya Aceh, Nias, dan Jawa Barat bagian
selatan merupakan contoh kejadian yang manusia tidak bisa untuk mencegahnya.
Namun demikian, penyebab alamiah ini cenderung lebih segera teratasi dilihat
dari sudut pandang pencemaran. Karena, secara alamiah akan terjadi naturalisasi
kondisi alam tersebut. Hal ini tentunya berbeda dengan dengan apabila terjadi
tumpahan minyak bumi ke laut, masuknya berbagai jenis pupuk anorganik sintetis
dan pestisida ke dalam perairan. Bahan kimia yang demikian tentunya sangat
tergantung pada kearifan manusia untuk menah dan menanggulanginya.
Bahan-bahan kimia polutan air secara garis besar dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
1)
Minyak bumi dan turunannya (akibat tumpahan)
2)
Pupuk dan pestisida (terutama residu dan penggunaan secara berlebih) dan
limbah pertanian lainnya
3)
Padatan tersuspensi
4)
Limbah logam berat
5)
Limbah berbagai industri
6)
Limbah lainnya
Adapun parameter penentu
kualitas air dan perairan untuk mengenali tercemar tidaknya badan air terserbut
adalah:
a.
Parameter kelompok fisika:
1.
Suhu, warna, bau, dan rasa
2.
Kekeruhan, TS (total solid, artinya zat padat total),
TSS (total suspended solid, artinya
zat padat tersuspensi total), dan TDS (total
dissolved solid, artinya zat padat terlarut total)
3.
Daya hantar linstrik (DHL)
atau sering dikenal dengan konduktansi
|
b.
Parameter kelompok kimia:
4.
COD (chemical oxygen demand: kebutuhan oksigen untuk proses kimiawi
dalam badan air), dan Nilai (Angka) permanganate.
5.
BOD (biochemical oxygen demand: banyaknya oksigen yang
dibutuhkan oleh bakteri dan mikrooragnisme untuk proses kimiawi dalam badan
air). Makin tinggi nilai BOD mengindikasikan makin tingginya tingkat
pencemaran.
6.
DO (disolved of oxygen, artinya jumlah oksigen yang larut dalam badan
air). Makin rendah nilai DO menggambarkan tingkat pencemaran yang semakin
tinggi.
7.
Derajad keasaman (pH dan
alkalinitas.
8.
Kesadahan, kalsium (Ca), dan
magnesium (Mg).
9.
Logam berat (Fe, Pb, Cu, Hg,
Co, Cr, Cd, Zn, dsb.)
10. Garam-garam
anorganik: klorida, sulfat, sianida, nitrat, nitrit, amoniak bebas, dsb.
11. Bahan
organik: senyawa aktif methylene blue, minyak dan lemak, PCB, fenol, dsb
|
c.
Parameter bakteriologi (bilogi):
12.
Kelompok Koliform
13.
Kuman parasitik dan
patogenik
|
d.
Keradioaktifan:
14.
Aktivitas sinar beta total
15.
Strontium-90
16.
Radium-226
|
3.
Pencemaran Tanah
Sebagaimana halnya dengan
pencemaran udara dan air, pencemaran tanah didefinisikan sebagai masuknya atau
dimasukkannya bahan pencemar atau polutan ke badan sehingga terjadi perubahan
peruntukkannya. Polutan air pada dasarnya identik dengan polutan tanah.
Berkurangnya bahkan hilangnya kegemburan, kesuburan, dan unsur-unsur hara yang
sangat dibutuhkan oleh tanaman banyak diakibatkan oleh penggunaan pupuk dan
pestisida secara berlebihan dan berbagai ragam eksploitasi terhadap tanah,
khususnya tanah permukaan. Misalnya, eksploitasi tanah untuk diolah menjadi
batu bata (bata merah), pengerukan pasir permukaan, hilangnya penyangga tanah
permukaan karena longsor, dan sebagainya.
Pengendalian (Pencegahan dan
Penanggulangan) Pencemaran Lingkungan
Bagaimana upaya pencegahan terhadap pencemaran udara?
Menghentikan secara total terhadap aktivitas manusia sesuai dengan tuntutan
dan perkembangan zaman jelas bukan solusi terbaik yang dapat diterima semua
pihak. Demikian juga, mampukah manusia menghentikan kehendak Tuhan Yang Maha
Kuasa agar tak terjadi bencana (seperti gunung meletus). Namur demikian, upaya
yang bijaksana dari manusia sebagai pelaku utama di bumi hádala satu keharusan.
Upaya berikut kiranya dapat digunakan untuk mengendalikan pencemaran
lingkungan, antara lain:
1. Penggunaan bahan bakar secara hemat, pola konsumsi yang menurunkan bahkan
menghilangkan sampah secara berlebih, konversi penggunaan bahan bakar fosil
menjadi bahan bakar nabati, dan tentunya masih banyak lagi yang perlu
direnungkan dan ditindalanjuti, terutama para pengambil kebijakan dan pelaku
kegiatan.
2. Penurunan/pengurangan penggunaan energi batubara dan menggantikannya dengan
gas alam, biogas, dan energi alternatif lainnya.
3. Peningkatan penggunaan energi alternatif, khususnya energi bersumber materi
yang terbarukan (renewable material):
cahaya matahari, angin, panas bumi, dan gas alam.
4. Pengurangan/penghentian penebangan hutan dan peningkatan upaya penghutanan
kembali (reboisasi).
5. Pengelolaan dan pengolahan sampah (baik domestik maupun industri) menjadi
sumber energi.
6. Peningkatan produksi pupuk dan pestisida yang ramah lingkungan dan berbasis
pada bahan organik, dan sesedikit mungkin menggunakan pupuk dan pestisida
anorganik sintetik. Penggunaan pupuk model tablet dapat mengurangi emisi oksida
nitrogen dibanding pupuk tabur.
7. Pengendalian dan pengawasan pembuangan limbah ke lingkungan kecuali
dilakukan treatment terlebih dahulu dan relatif telah ramah lingkungan.
8. Dan tentunya masih banyak alternatif yang menjadi solusi. Bagaimana saran dan masukan Anda?
Pada dasarnya Pengendalian Pencemaran Lingkungan
adalah setiap upaya (1) pencegahan, (2) penanggulangan, dan (3) pemulihan
pencemaran lingkungan untuk menjamin kualitas lingkungan agar sesuai dengan
peruntukannya. Pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan pencemaran lingkungan
agar sesuai dengan peruntukannya tentunya harus disadari sebagai tanggungjawab
baik individu, masyarakat, maupun pemerintah. Sebagai regulator dan penjamin
bagi keberlangsungan fungsi lingkungan, pemerintah telah mengeluarkan berbagai
kebijakan yang tertuang dalam berbagai peraturam, baik Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Daerah, dan sebagainya. Beberapa Rambu-rambu Pengendalian Pencemaran adalah:
1. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Jo. PP 85
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, beserta peraturan pelaksanaannya
3. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kualitas Air
dan Pencemaran Air, beserta peraturan pelaksanaannya
4. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara, beserta peraturan pelaksanaannya
5. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan, beserta peraturan pelaksanaannya
6. Baku Mutu Lingkungan
7. Beberapa peraturan Daerah dan SK Gubernur
8. Dan lain-lain
Di samping aturan yuridis formal sebagaimana diuraikan di atas, suatu kegiatan usaha
khususnya aktivitas industri yang berkecenderungan mengolah material dan
berlimbah, harus ada paradigma baru dalam aktivitasnya. Paradigma baru tersebut
adalah Tinggalkan pendekatan end of pipe tetapi Kembangkan pendekatan efisiensi.
Pendekatan efisiensi yang dimaksud adalah (1) pollution prevention, (2) waste
minimization, (3) cleaner production, dan (4) Reduce–Reuse–Recycle (3R). Sebagai bagian dari paradigma efisiensi
ini, setiap usaha, aktivitas, dan sejenisnya harus berusaha pada Tindakan pencegahan sebagai upaya
pengendalian pencemaran lingkungan, meliputi:
1. Cleaner Production (produksi bersih, artinya
menghasilkan barang atau produk yang tidak mencemari lingkungan, baik dari segi
bahan baku, selama proses produksi, maupun
hasil-hasil yang diproduksi).
2. Minimizes limbah (meminimalkan limbah yang timbul akibat
kegiatan, bahkan menghilangkannya)
3. ISO 14000 (manajemen berbasis pada upaya pelestarian dan peningkatan
kualitas lingkungan. (ISO adalah singkatan dari The International Organization for Standardization, sedang 14000
merupakan seri yang dikeluarkan oleh badan atau lembaga tersebut)
4. Ecolable (memberikan tanda, simbol, atau label pada proses, barang, atau jasa yang
mengedepankan pelestarian peningkatan kualias lingkungan)
5. AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)
6. Audit lingkungan
7. Baku mutu lingkungan hidup
Sedang pada tataran global, sebagai upaya pengendalian pencemaran
lingkungan oleh aktivitas industri, telah dikembangkan paradigma baru, yakni Green Chemistry (baca: Kimia yang Ramah
Lingkungan).
Green merupakan salah satu kata dengan berbagai konotasi, namun dalam kajian
ini hubungan yang lebih penting adalah dengan lingkungan, dan untuk pertama
kalinya penggunaan kata ini di awal 1970-an. Green Chemistry (Kimia Ramah
Lingkungan) pertama kali digunakan secara luas di USA selama 1990-an. Pada 1996
EPA (Environmental Protection Agency)
menginisiasi Program Green Chemistry
(Green Chemistry Program). Dalam program ini termasuk di dalamnya riset,
pendidikan, usaha lain seperti Presidential
Green Chemistry Challenges Awards, dan program tahunan invasi dalam “cleaner, cheaper, smarter chemistry”. Pada mulanya, EPA mengenalkan dan mempelopori
program ini dalam kerangka pencegahan polusi dan toksisitas (EPA, 2003). Demikian juga Himpunan Kimia
Amerika (The American Chemical Society)
secara aktif telah mempromosikan Green
Chemistry (Gambar 1), dan Himpunan Kimia Inggris Raya (The Royal Chemistry Society in England) secara rutin telah
mempublikasikan Jurnal Riset Green Chemistry. Beberapa universitas di kedua
negeri tersebut telah membuka program gelar di bidang Green Chemistry (Kotz, dkk., 2006). Pada akhir-akhir ini konsep Green Chemistry telah berkembang di
belahan dunia lainnya, seperti Eropa, Australia, dan Jepang
Sebagai bidang kajian, Green
Chemistry merupakan bidang kajian yang relatif baru. Kata green yang bisa diartikan sebagai ramah
lingkungan atau bersahabat dengan lingkungan, bagaimana dengan chemistry be green. Masyarakat sudah
tidak asing dengan istilah kimia atau bahan kimia (chemistry dan chemicals),
dan kata ini sering disinonimkan untuk bahan-bahan toksik (racun) atau
bahan-bahan yang berbahaya. Hal ini memang juga tidak terlalu salah. Dalam
kehidupan sehari-hari kita tidak asing lagi dengan antibiotik dan berbagai
macam obat-obatan, plastik, pupuk, pestisida, zat aditif makanan, dan
sebagainya.
Green Chemistry mencakup rancangan bagaimana produk bahan kimia dan proses
pembuatannya sedapat mungkin menurunkan atau mengeliminasi bahan-bahan kimia
dan generasinya yang bersifat racun dan berbahaya (Dintzner, 2006). ACS
mendeifnisikan Green Chemistry
sebagai rancangan produk kimia dan prosesnya yang bersifat mengurangi atau
menghilangkan penggunaan dan pembebasan bahan-bahan yang berbahaya, sedangkan
EPA mendefinisikannya seagai penggunaan kimia untuk pencegahan polusi (Kotz,
2006). Menurut Anastas dan Warner (1998), green
chemistry merupakan penerapan sejumlah kaidah fundamental kimia untuk
mengurangi pemakaian atau memproduksi bahan kimia yang berbahaya yang terkonsep
dalam merancang, menggunakan, dan memproduksi bahan kimia. Green chemistry bertujuan untuk mencegah atau mengurangi bahaya
polusi pada segala lini atau jalur timbulnya polusi tersebut. Menurut prinsip green chemistry dalam mendesain suatu
proses atau reaksi kimia, kimiawan atau insinyur kimia harus memperhatikan dan
mempertimbangkan segala aspek tentang kemungkinan bahaya suatu bahan kimia
terhadap kesehatan maupun lingkungan, baik dari sisi bahan baku atau bahan
dasar (raw material dan feedstock), proses, maupun produknya.
Secara umum green chemistry
berprinsip pada (a) meminimalkan bahan buangan, (b) penggunaan katalis dalam
reaksi, (c) penggunaan reagen yang tidak/kurang berbahaya, (d) penggunaan bahan
baku yang dapat diperbarui (renewable),
(e) peningkatan efisiensi secara ekonomi, (f) penggunaan sistem yang
memungkinkan bebas pelarut atau pelarut yang ramah lingkungan dan dapat didaur
ulang (Rahayu, 2003). Dintzner, dkk. (2006) menyatakan bahwa penggunaan radiasi
gelombang mikro (microwave irradiation)
reaksi kimia dapat mempercepat laju
reaksi dan bahan kimia yang lebih bersih, dan hal ini merupakan salah satu
komponen penting dalam green chemistry.
Terdapat 12 (dua belas) prinsip pada Green
Chemistry. Dua belas prinsip Green
Chemistry (12 Principles of Green Chemistry) tersebut adalah (Anastas
& Warner, 1998):
1.
Pencegahan (Prevention).
2.
Ekonomi Atom (Atom Economy).
3.
Sintesis Bahan Kimia Yang
Kurang Berbahaya (Less Hazardous Chemicals Synthesis).
4.
Merancang Bahan-bahan
Kimia yang Aman (Designing Safer Chemicals).
5.
Pelarut dan Bahan
Pendukung Lain yang Aman (Safer Solvents and Auxiliarie).
6.
Merancang untuk Efisiensi
Energi (Design for Energy Efficiency).
7.
Menggunakan Bahan Baku
yang Dapat Diperbarui (Use of Renewable Feedstocks).
8.
Mengurangi bahan-bahan
turunan atau produk samping (Reduce
derivatives)
9.
Katalisis (Catalysis).
10.
Rancangan untuk Degradasi
(Design for Degradation).
11.
Analisis Serempak dalam
Pencegahan Polusi (Real-time for Pollution Prevention).
12.
Perlakuan Kimiawi yang Lebih Aman
untuk Pencegahan Kecelakaan (Inherently Safer
Chemistry for Accident Prevention).
Rangkuman
Pengendalian
pencemaran dan kerusakan lingkungan merupakan bagian yang tidak dapat diabaikan
demi keberlangsungan hidup manusia dan pembangunan berkelanjutan. Terdapat tiga
unsur pokok dalam pengendalian lingkungan agar sesuai dengan peruntukannya,
baik dari aspek pencemaran maupun kerusakan lingkungan. Ketiga unsur
pengendalian tersebut adalah pencegahan, penaggulangan, dan pemulihan.
Pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungaan adalah upaya untuk
mempertahankan kondisi lingkungan melalui cara-cara yang tidak memberi peluang
berlangsungnya proses pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. Penanggulangan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan adalah upaya untuk menghentikan meluas
dan meningkatnya pencemaran maupun kerusakan lingkungan. Sedangkan pemulihan
kondisi lingkungan merupakan upaya yang dilakukan untuk mengembalikan kondisi
lingkungan ke tingkat yang tidak rusak dan ramah lingkungan. Kesemuanya
bertujuan agar lingkungan mempunyai peran dan fungsi sesuai peruntukannya.
Kasus/Permasalahan
1. Mengapa kasus pencemaran masih sering terjadi?
Berikan contohnya!
2. Adakah upaya dari pemerintah untuk mencegah
pencemaran? Jelaskan!
3. Sudah efektif peraturan perundangan tentang lingkungan hidup diterapkan?
4. Mengapa pembangunan perlu diorientasikan ke masa depan?
5. Adakah usaha memulihkan kerusakan lingkungan yang telah terjadi, misalnya
pada pertambangan?
0 comments:
Post a Comment